Judul Buku: DPR Offside: Otokritik Parlemen Indonesia
Penulis: Desmond J. Mahesa
Penerbit: RMBooks Jakarta
Edisi: 2013
Tebal: 308+xiv halaman
Penulis: Desmond J. Mahesa
Penerbit: RMBooks Jakarta
Edisi: 2013
Tebal: 308+xiv halaman
Dewan
Perwakilan Rakyat atau DPR adalah sebuah institusi negara yang paling
banyak mendapatkan sorotan dari masyarakat. Tugasnya ialah mengurusi
soal legislasi. Institusi yang beralamat di Senayan ini dikenal sebagai
lembaga legislatif.
Lembaga
ini diisi oleh para politisi. Latar belakang para politisi yang duduk
di DPR bermacam-macam, mulai dari akademisi, pengusaha, aktivis, hingga
artis.
Atas nama wakil rakyat, lumrah jika para anggota DPR itu jadi sorotan tajam dari publik negeri.
Belakangan,
sorotan tajam mata rakyat kepada para petinggi Senayan justru lebih
dominan aspek negatifnya ketimbang sisi positif. Apa lacur?
Ya,
diakui atau tidak publik sudah mulai jengah dengan polah serta perilaku
beberapa anggota DPR yang bertolakbelakang dengan stigma bahwa DPR
adalah representasi dan perwakilan rakyat untuk mengurusi negeri ini.
Citra
anggota DPR telah runtuh di mata dan hati nurani publik negeri. Wajah
DPR hari ini buram untuk tak dikatakan suram. Kinerjanya pun memperoleh
nilai minus dalam skala penilaian publik.
Sejumlah
kasus korupsi dan pelanggaran hukum lainnya yang kerap menimpa pejabat
Senayan membuat publik kian geram. Kinerja para politisi yang mengaku
dirinya perwakilan rakyat di gedung nan megah di Senayan dianggap publik
negeri telah merugikan banyak pihak, terutama rakyat negeri ini.
Sehingga tak heran jika lembaga legislatif ini kadang dinilai memang
patut dibubarkan.
Seperti
dipaparkan di pembahasan awal dalam buku yang ditulis oleh salah satu
dari anggota DPR ini bahwa citra buruk DPR sejalan dengan citra buruk
partai politik di mata publik. Pasalnya, partai politik dianggap sebagai
biang keladi di balik buruknya kualitas, kapasitas serta kemampuan
anggota DPR dalam partisipasi mereka membangun negeri ini.
Anggota
DPR, seperti dipaparkan Desmond, hanya membawa kepentingan pribadi dan
kelompok belaka. Perilaku pejabat Senayan dinilai publik telah
menyimpang dari harapan masyarakat. Partai politik yang menyalurkan
kader-kadernya ke DPR tidak boleh serampangan dalam melakukan seleksi
siapa sosok yang pantas untuk mengemban amanah rakyat ketika duduk di
kursi Senayan.
Buku
ini secara khusus membahas mengenai kiprah DPR dan anggotanya yang
memperankan lakon antagonis yang selama ini terjadi di lingkungan
lembaga legislatif. Dengan kata lain, jika ingin mengetahui lebih jauh
dan mendalam tentang kiprah anggota DPR, maka buku ini memberikan sajian
yang sayang untuk dilewatkan.
Buku
setebal 308 halaman ini adalah sebuah pengakuan. Sebab, penulisnya
merupakan seorang anggota DPR yang duduk di komisi III dan Badan
Anggaran DPR RI. Hal ini menjadi menarik untuk dibaca dan dikaji tentang
ulasan yang komprehensif mengenai peran DPR dan kiprah para anggotanya
selama duduk di kursi kehormatan.
Namun,
hal yang perlu disayangkan dari buku terbitan RMBOOKS ini selain
mengupas kebobrokan DPR, tetapi di satu sisi penulis terkesan melakukan
sebuah upaya pembelaan.
Hal
menarik lainnya atas kehadiran buku ini ialah berupa kesadaran yang
dikedepankan oleh sang penulis setelah mengetahui dan menyaksikan
kebobrokan DPR dan anggotanya.
Percayalah,
kritik tajam yang dilontarkan masyarakat selama ini terhadap kinerja
anggota DPR telah mengguncang sisi psikis mereka sebagai penyambung
lidah rakyat. Dan untuk itulah buku ini ditulis. (Erit A)